Hujan dan Keajaiban


[membetulkan kursi dan menyamankan posisi duduk. Lantas mulai menulis. Maaf]


Sedikit menyelinap menuju kesunyian sebentar. Pernah melihat hujan? Hahaha. Pertanyaan bodoh, tentu semua orang di dunia pernah melihat apa yang namanya hujan. Hujan adalah gejala alam yang lumrah. Saya tidak mau membahas hujan secara luas dan berbelit. Intinya kita sudah mengenal hujan. Nah, sekarang izinkan saya untuk menulis tentang hujan. Bila kalian tidak suka dengan tulisan ini, ketika kalian membaca tepat di bagian ini, tolong, tutup blog saya. Karena saya tidak ingin memaksa anda untuk membaca tulisan saya yang sama sekali tidak akan berpengaruh pada hidup anda. Bagi yang masih mau membaca blog saya, saya ucapkan beribu terima kasih. Dan saya akan ceritakan hal yang menarik tentang saya dan hujan.


[sedikit mengenang waktu kecil]

Ketika itu, saya tinggal bersama orang tua saya lengkap. Dengan bapak, ibu, dan tiga orang kakak perempuan saya. Maklum, saya anak keempat. Anak paling akhir dan paling tidak disayang. Hahaha. Ketika itu hujan datang, tentu, dengan umur yang masih sepuluh tahunan, saya hujan-hujan dengan teman-teman sebaya saya di pekarangan rumah. Saya hanya mengenakan kaos dalam dan celana dalam untuk [sedikit] membuat saya nyaman. Saya mengelilingi komplek rumah saya dengan teman sebaya. Saya bermain air hujan yang keluar dari paralon rumah tetangga saya. Saya mengumpulkan air di wadah air mineral ukurang sedang lantas menyiramkannya ke teman saya. Jujur, pengalaman yang paling indah bila saya harus mengecap kenang. Begitu pula dengan teman-teman saya. Mereka melakukan hal yang sama. Dan kami senang dengan hal itu.


Di kala itu, ketika teman-teman saya sudah mulai lelah dan pulang menuju rumah masih-masing, saya hanya tertinggal diam di depan rumah tetangga yang paralonnya sedang mengucur air dengan deras. Air hujan masih deras kala itu. Hujan kali itu sedikit lebih lama daripada hujan di hari biasanya. Saya terdiam dan mencoba untuk mengikuti gaya orang bertapa. Lima menit kemudian, saya ingin buang air kecil. Kantong kemih saya tidak sanggup lagi menahan air kencing saya. Otomatis, saya keluarkan di situ juga. Tak ada yang tahu, pastinya. Air dari paralon masih mengucur deras dan air kencing saya pun mengucur deras [tanpa membuka celana dalam saya, pasti]. Hahaha. Rasa hangat dan sedikit geli memang menjalar saat itu. Maaf bila kurang sopan, di akhir cerita, saya akan memberi penjelasan mengapa saya menulis cerita ini.


Setelah itu, saya berlari pulang dan menghampiri bapak saya yang sudah menunggu saya di rumah. Ketiga kakak saya sedang bersekolah kala itu. Ibu saya sedang tidur. Dan hanya bapak saya yang menjaga saya ketika bermain hujan. Dan itu menyenangkan.


[membenarkan kursi dan menulis untuk penjelasan]

Dari kejadian itu, saya berpikir tentang satu hal. Hujan adalah teman saya hingga saat ini. Dikala hujan datang, semua inspirasi datang pada saya. Sama seperti saya dilaka kecil, saya berpikir untuk menjadikan air kencing saya bersatu dengan air hujan. Toh, tidak akan ketahuan apa saya ngompol apa tidak. Memang, menurut kalian, para pembaca yang budiman, merasa bahwa hal ini biasa. Tapi pernah terpikir oleh kalian, ketika hujan datang, banyak sekali ide-ide kreatif tentang menulis [bagi yang suka menulis], menggambar [bagi yang suka menggambar], dan menulis lagu [bagi pencipta hujan] yang mampir untuk memberikan warna yang berbeda terhadap hobi kita. Lantas, pernahkah kita mengucapkan terima kasih terhadap hujan?


Saya mencintai hujan dan sangat menyanjungnya. Banyak hal dan ide-ide cemerlang yang menjadikan saya lebih dewasa dan lebih kreatif untuk menulis ketika hujan datang. Saya bukan penulis yang tangguh sehingga bisa menulis dengan keadaan apapun. Saya masih amatiran. Membutuhkan banyak ide-ide cemerlang dan kreatif sehingga membuat tulisan saya lebih hidup.


Maaf bila saya menulis artikel murahan ini di blog saya dan anda membacanya. Tapi sudah saya tekankan dari awal, bila anda tidak ingin membaca, lebih baik tutup blog saya. Dan untuk anda, yang membaca artikel saya hingga selesai, bila mengecewakan, maaf. Tapi disini saya hanya ingin menunjukkan bahwa keajaiban itu ada jika kita mau percaya akan hal itu. Layaknya hujan, banyak keajaiban yang di bawa olehnya. Hujan membawa kedamaian, hujan membawa kesejukan, dan ketentraman [disini saya tidak membahas tentang bencana banjir dan kawan-kawannya. Bila memang bersangkut-paut, lebih baik anda lebih memperhatikan keadaan lingkungan, bukan hujan yang dipersalahkan].


Tetaplah percaya dengan adanya keajaiban, tapi jangan untuk dijadikan modal utama untuk mencapai kesuksesan anda. Anda bisa menjadikan keajaiban sebagai jajanan bila suatu hari anda ingin mengemil dan bersantai sejenak. :) Bagaimana? Setuju?

0 komentar:

Posting Komentar