!!!ANYAMALES UKHISAKEK, OCIR HALADA AI !!!OCIR IATNICNEM NGAY, OIR HALADA UKA


Ia mencari saya dalam sepi. Ia mencari saya dalam kelegangan malam. Ia membiarkan diri saya utuh dalam mencintai diri ia. Ia mencintai saya apa adanya. Ia membenci saya dengan kesabaran yang luar dalam. Ia mencintai saya lebih dari dunia ini yang kata orang-orang luas.


Ia membuka lembar foto kami berdua. Terlihat saya sedang ada di belakang ia. Merangkul dan mencium ia. Ia mengernyitkan dahi sambil menaiki sepeda motor yang bermerek terkenal. Sepertinya ia tidak senang dengan apa yang saya lakukan. Atau mungkin apa yang diperbuat oleh Rudi, tukang foto yang memfoto saya dengan ia. Ia sepertinya tak pernah tahu bahwa cinta saya hanya untuk ia. Ia tak pernah tahu tentang apa arti cinta bagi saya. Saya mencintai ia dan sangat mencintai ia.


Ia adalah orang yang pertama kali saya cintai. Ia adalah orang yang terakhir kali mencintai saya dengan separuh hati ia. Banyak orang yang mencintai saya. Wajah saya tak tampan tapi kata anak-anak yang lain saya tripikal orang yang suka akan kesenangan dan kelucuan. Ia bukan orang yang suka akan kelucuan. Ia tripikal orang yang suka akan keseriusan. Ia anak yang suka akan keseriusan yang terlalu. Ia tidak murah senyum. Ia orang yang slalu tidak bisa tersenyum walau bintang-bintang Ekstravaganza sedang ada didepannya dan menyodorkan beribu kata-kata lucu yang mungkin membuat orang lain menangis karena tertawa.

Ia pernah berkata pada saya bahwa ia tidak mencintai. Tapi saya tidak tahu tentang apa yang ia katakan akan hal itu. Yang saya tahu, saya mencintai ia dan ia membenci saya. Saya tidak peduli. Saya peduli saya mencintai ia dan saya tetap mencintai ia. Saya pernah berkata pada ia, bahwa meskipun ia tak mencintai saya tapi saya tetap mencintai ia. Ia adalah bagian dari saya dan saya mungkin bukan bagian dari ia.


Saya pernah bertanya pada ia tentang hubungan kami. Akan tetapi ia seakan tutup kuping bahwa ia pernah mencintai saya. Saya tetap bersikeras bahwa saya mencintai ia. Sekali lagi ia tak peduli. Ia melihat sekeliling kafe yang ada didepan ia. Ia melihat tukang bakso yang sedang berdiri. Dan menjualkan sebagian baksonya pada anak laki-laki. Saya mengamati dan ikut akan tindakan ia. Diam. Diam seribu bahasa. Ia tak peduli walau kafe mulai kehilangan pengunjung. Ia tak peduli walau minuman teh hangat yang terpesan oleh seorang waiter di kafe tersebut mulai mendingin. Ia tetap melihat jelas tukang bakso yang semakin lama semakin hilang karena ada satu kompi polisi yang mulai mengepung daerah jualan tukang bakso tersebut.

Saya mengatakan dalam hati bahwa ia pasti berkata sama dengan apa yang saya katakana dalam hati saya. Polisi keparat! Polisi bangsat! Sejak kapan mereka berkuasa bahwa daerah tersebut adalah daerah nenek moyang mereka! Saya mulai bosan dengan keadaan ini. Saya mulai berubah dan memulai percakapan. Tapi apa yang ia katakan? Ia tak menjawab. Ia malah melihat terus jam yang menggandul yang ada di pucuk dinding. Ia mulai bosan kelihatannya, pikir saya.


Saya dan ia mulai bosan dengan keadaan ini. Saya segera membayar teh hangat yang sama sekali tak tersentuh oleh tangan kami berdua. Saya segera mengambil uang dari dompet. Memberikannya kepada pelayan. Pelayan memberikan uang kembaliannya. Ia dan saya mulai keluar dari kafe. Ia mulai menaiki sepeda motor saya yang ada di parkiran. Kami berdua mulai berjalan. Ia merangkul perut saya dan saya merasa bahagia. Itulah pertama kali saya disentuh oleh ia dengan perasaan yang aneh.



nb. kepada orang yang mengajari saya cinta. Terima kasih sudah tulus mencintai saya.

0 komentar:

Posting Komentar