Gado-Gado Surabaya

Surabaya, Surabaya, oh Surabaya.. Kota kenangan, kota kenangan..
Takkan terlupa.. Di sanalah, di sanalah, di Surabaya..
Pertama lah, tuk yang pertama.. kami berjumpa…


Secarik lagu merindu untuk kota tercinta Surabaya. Iya, memang. Surabaya adalah kota kenangan yang takkan terlupa. Begitu banyak cerita dan kombinasi menarik dari kota Surabaya. Dari mulai cerita sedih, lucu, senang, hambar, duka, lara, bercampur menjadi satu di kota ini.
Menuju HUT ke-718, Surabaya begitu banyak renovasi yang membuat semua orang terpukau dan semakin mengakui bahwa Surabaya adalah next generation of Jakarta sebagai kota metropolitan. Dari dulu hingga sekarang, begitu banyak perubahan yang terlihat jelas. Salah satunya yang paling mencolok saat ini adalah Jembatan Suramadu. Jembatan dengan panjang 5.438 m, merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Banyak spekulasi mengapa jembatan Suramadu di bangun, dari mulai ingin adanya penyambung antara Pulau Jawa dan Madura hingga hanya ingin mencari popularitas semata. Hm.. dari spekulasi di atas, mengajarkan banyak hal tentang adanya pro dan kontra kepada kita, bukan?


Surabaya tumbuh dengan pesat daripada kota lain pada umumnya. Surabaya seakan menjadi mercusuar yang baik bagi kota-kota besar lain seperti Bandung, Palangkaraya, dan lain sebagainya. Surabaya saat ini seperti menjadi tulang punggung kedua setelah Jakarta. Tulang punggung dari segi ekonomi sampai kepadatan penduduk. Ya, bicara tentang Surabaya, berarti bicara tentang kepadatan penduduk. Dengan populasi lebih dari tiga juta penduduk, menjadikan Surabaya sebagai kota yang padat. Bicara tentang kepadatan penduduk, akan berhubungan jelas dengan kemacetan, kondisi masyarakat, dan kondisi lingkungan. Mari, kita bahas satu persatu:


  • Kemacetan. Kota metropolitan, sejak dulu, identik dengan macet. Kesibukan masyarakat yang terlalu berlebihan [menurut saya], kendaraan yang terlalu banyak, dan tidak patuhnya pengendara di jalan raya, membuat kemacetan semakin menjadi. Semisal di jalan Ahmad Yani-Surabaya, kemacetan pun tak mengenal waktu. Pagi, siang, sore, hingga malam pun, macet masih menjadi makanan sehari-hari bagi pengendara yang melintas jalan tersebut. Sedikit mengingatkan, sebenarnya kemacetan bisa diantisipasi dengan banyak hal. Mulai dari tertibnya pengguna jalan raya hingga pemanfaatan transportasi umum. Tapi, kita kembali tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pengguna jalan yang tidak bisa memanfaatkan transportasi umum sebagai sarana penghindar macet. Karena kita akan menengok kembali perekonomian masyarakat Surabaya. Dengan UMK Rp 1.031.500,- membuat Surabaya cukup kesulitan menjangkau. Dengan naiknya semua barang [dari segala aspek], membuat masyarakat sukar untuk bisa membagi dan mulai untuk berhemat. Harga transportasi pun meninggi untuk daerah Surabaya. Sejak dinaikkannya harga BBM, untuk transportasi umum seperti angkot mayoritas berbandrol Rp.3.000,- sekali jalan. Hm.. sedikit sentilan manis untuk petinggi kota Surabaya untuk bijak dalam menentukan nasib rakyat, sepertinya.

Contoh kemacetan Surabaya


  • Kondisi masyarakat. Sedikit saya sentuh secara kasar untuk kondisi masyarakat yang ada di Surabaya. Meskipun menjadi kota metropolitan, bukan berarti untuk kemiskinan, Surabaya sudah sukses memberantas. Surabaya tetap disesaki dengan para pengemis jalanan, pengamen, dan premanisme. Kondisi masyarakat yang tidak stabil, membuat Surabaya tetap menjadi “Jakarta” untuk saat ini. Sitem pemberantasan kemiskinan yang dianggarkan pemerintah kota Surabaya pun belum terlaksana maju. Masih diatas awan. Haha.. sekali lagi, saya tidak mau berpihak pada suatu sisi, disini saya mencoba untuk imbang [meskipun implikasinya nanti, kembali ke pemikiran saya]. Tidak sepenuhnya pemerintah salah, pemerintah sudah menunaikan kewajibannya dengan baik dan rapi. Seperti pengadaan Job Fair yang diselenggarakn hampir pertahun, yang mengulas tentang lowongan pekerjaan bagi lulusan SMP-SMA/SMK, seharusnya untuk warga pun turut andil dalam permasalahan sekecil apapun. Warga yang sudah ‘terlalu nyaman’ menjadi pengemis, pengamen, dan preman, seakan-akan ‘setia’ dengan bidang yang mereka pilih. Hm.. sentilan lagi untuk masyarakat. Agar untuk tetap berpikiran maju, meskipun itu sulit. Memang, untuk Indonesia, percaya pada mimpi dan mengandalkan ongkol, presentasi keberhasilan sangatlah minim. Tapi, sekali lagi tak ada salahnya untuk bermimpi. Sukses atau gagal, kembali lagi kepada urusan Tuhan. Dapat terlihat pada Klanting, juara pertama Indonesia Mencari Bakat (IMB) generasi pertama. Mereka berawal dari pengamen. Hanya saja mereka lebih unggul karena mereka mempunyai mimpi dan mau mencoba. Tidak ‘jalan ditempat’ dan bertekat untuk merubah hidup. Sekarang? Bisa dilihatlah… :)

Contoh kondisi masyarakat Surabaya

  • Kondisi lingkungan. Pasti, para pembaca sudah bisa menebak dengan baik, bagaimana kondisi lingkungan sekitar untuk kota metropolitan. Benar, masih sangat memperhatikan. Untuk Surabaya sendiri pun, masih begitu banyak pembetulan lingkungan sekitar. Jarang sekali ditemui untuk wilayah hijau di Surabaya. Tapi, dari mulai tahun per tahun, saya katakan sekali lagi, banyak perubahan yang disodorkan oleh pemerintah kota Surabaya. Untuk lingkungan pun, yang semula tahun 2009 hingga pertengahan tahun 2010, masih mengalami kondisi lingkungan yang buruk, kini mulai membaik. Pemerintah sudah menyediakan taman kota-taman kota yang bisa dijadikan sebagai alternatif dan pemandangan kota yang apik. Sebut saja Taman Apsari, Taman Pelangi Dolok, Taman Bungkul, dan lain sebagainya. Untuk kondisi jalan raya pun, untuk saat ini sudah begitu banyak perubahan yang signifikan [tabik untuk pemerintah Surabaya]. Hal tersebut, sepertinya, akan banyak perubahan yang baik. Bahkan media masa Surabaya pun, tak kalah untuk ambil andil untuk menghijaukan Surabaya. Seperti Jawa Pos yang selalu untuk mengadakan kompetisi kampung hijau tiap tahunnya. Inspiratif, bukan? :) Kita tinggalkan sejenak untuk hijaunya Surabaya. Sekarang, sedikit kita jamah tentang sungai yang ada di Surabaya. Berbanding terbalik dengan hijau Surabaya tadi. Sepanjang tahun ini, menurut pengamatan saya, pemerintah Surabaya masih belum begitu peduli dengan keadaan sungai di Surabaya. Polusi air masih saja menjadi ancaman untuk warga kota karena buruknya kualitas air yang dihasilkan oleh Surabaya. Masyarakat kota pun masih belum sadar menjaga lingkungan yang baik. TPA [tempat pembuangan akhir] untuk sampah pun berakhir di sungai. Tak sekali dua kali, Surabaya harus terendam banjir. Sekali lagi, bukan hanya pemerintah yang harus relevan dan menjaga sungai, warga kota [termasuk saya] pun seharusnya bisa menjadi warga kota baik. Sentilan untk kita semua… :)

Diatas, masih sedikit hal yang saya bahas dalam konteks Surabaya. Masih banyak hal menarik,

miris, dan membahagiakan yang terjadi di Surabaya. Akhir-akhir ini pun, Surabaya seakan-akan masih tidak stabil dalam urusan cuaca. Terkadang panas hingga menyengat kulit atau terkadang hujan sampai seharian penuh. Bahkan terkadang diiringi angin puting beliung. Ya, sekali lagi, Surabaya masih menjadi kota kenangan yang baik. Kota kenangan yang indah karena begitu banyak campuran situasi dan keadaan yang terkadang membuat rindu akan Surabaya atau mungkin jengkel dibuatnya. Tapi, itulah perjalanan singkat dari sebuah kota metropolitan berlambang ikan hiu dan buaya. Terakhir ucapan, terima kasih untuk Surabaya. Lebih dewasa dan lebih bijak adalah implikasi terbaik dari sebuah pertambahan usia :)


nb.


0 komentar:

Posting Komentar