Thanks God
Tadi siang, diantara deru lelah, aku
menenangkan diri di dalam musholla kecil di tempat kerjaku. Memang, dimanapun,
musholla, masjid, rumah Tuhan adalah tempat yang paling sejuk. Dimanapun itu.
Aku mengeluarkan handphone dan headset di altar musholla. Sengaja. Aku tak
ingin melaksanakan sholat dzuhur karena capek yang teramat sangat (jangan
ditiru!). tapi rasa tidak enak dan ingin masuk musholla begitu menggebu, entah
mengapa. Padahal tertera jelas tulisan bahwa dilarang keras tidur di musholla.
Tujuanku adalah tidur. Ingat, TERKADANG, peraturan dibuat untuk dilanggar!
Hahaha.. saya masuk musholla berharap bisa tidur di dalam, ternyata salah. Saya
menemukan majalah yang membahas anak yatim. Maaf tidak tersebut untuk judul
majalahnya, tapi tempat kerjaku memang bekerjasama dengan majalah tersebut.
Halaman demi halaman aku buka. Hah!
Tidak ada yang menarik! Aku buka terus lembar per lembar, dan akhirnya aku
sampai di halaman terakhir. Sip! Judul yang pas: ISTIRAHAT BUKAN SATU-SATUNYA
HAL UNTUK MENGHILANGKAN LELAH. Heh? What does it mean away? I was excited to
read the articles, and i was starting to read..
Dikisahkan dari kisah penulis itu
sendiri yang mengalami jadwal yang padat. Dia adalah motivator yang sudah
terkenal. Dia keliling Indonesia, berputar dari satu kota ke kota lain untuk
memotivasi makhluk bernama manusia yang kurang motivasi seperti saya. Hahaha.
Diceritakan bahwa dia sangat lelah dengan rutinitas. Pada akhirnya, saat dia
sudah memesan tiket sebuah pesawat dan berandai-andai untuk bisa tidur di
pesawat. Tapi kenyataan selalu berbeda dari sebuah mimpi gemilang. Dia bertemu
dengan kawan lamanya sendiri dan mereka mengobrol di pesawat hingga sampai pada
tujuan. Tapi sisi positifnya adalah dia menerima begitu banyak ilmu dari
kawannya tersebut yang notabene adalah seorang pemerintah setempat.
Di mobil menuju, sang motivator
mulai untuk beristirahat sedikit. Tapi dia tidak nyaman, hingga akhirnya, dia
mulai mengingat semua hal di kehidupannya. Mulai dari ibu, ayah, istri, dan
anak-anaknya. Sang motivatior membayangkan semua kebaikan yang tertoreh manis
kepadanya dari mereka yang menyayanginya. Sang motivator mulai mengingat
kebaikan dari ibu, bapak, istri, lantas anak-anaknya. Mengingat tentang
kebahagiaan. Mengingat tentang canda, tawa, dan kebahagiaan kecil yang
menyelimuti kehidupannya sehari-hari. Dan akhirnya dia mulai rindu kepada
mereka semua. Saat ia selesai membayangkan semua hal manis itu, lelahnya hilang
dengan seketika! Magic? Bagiku iya! Rasa capek yang teramat sangat, berhasil
dengan luar biasa dibinasakan hanya karena mengingat semua kebaikan yang
orang-orang terdekat berikan kepada kita. So simple, but it’s so deep!
Disitu aku mikir satu hal: berapa
banyak hal simpel yang seharusnya membuat kita bersyukur, tapi kita lepaskan
begitu saja.
Releksi itu ada langsung pada diriku
sendiri. Aku mulai berkaca pada diriku sendiri. Perjalanan kehidupanku mulai
bergerak memorinya. Aku mengingat semuanya. Mengingat ketika aku masih membayar
sekolah menengahku sendiri dengan berjualan nasi bungkus yang seharusnya
mempunyai benefit yang sangat kecil. Lalu lulus sekolah dan pekerjaan pertama
kali saya adalah kerja di warung internet kecil di area mini-market dengan gaji
sebulan +/- Rp.600,000. Lalu bergerak maju menjadi seorang waiter sebuah cafe menengah
keatas di sebuah mall terkenal di Surabaya dengan gaji +/- Rp.700,000. Dan
sekarang bergerak maju dengan penghasilan UMR Surabaya.
Proses yang seharusnya aku syukuri.
Proses tanjakkan naik yang seharusnya selalu aku nikmati, bukan malah mengeluh
dengan lantang. Dengan menjadi penjual nasi bungkus, aku bisa tahu bagaimana
caranya disiplin dan tepat waktu. Bagaimana caranya menghargai uang seribu
rupiah. Menghargai setiap keringat yang mengucur pada dahi. Mengajari saya
pintar mencari jalan keluar ketika nasi bungkusku mulai tidak ada yang melirik
lagi dengan memvariasi lauknya, dan sebagainya. Di gaji enam ratus ribu, aku
diajari Tuhan bagaimana nikmatnya punya uang lebih. Nikmatnya bisa menabung dan
mampu membayar listrik dan sewa tanah sendiri. Bagaimana caranya membagi uang
enam ratus ribu dengan sangat baik dan rapi. Mengajari untuk bisa bersedekah
dan membahagiakan ibu dan bapak serta keponakan semua dengan membelikan baju
(meskipun tidak branded) setiap lebaran. Lalu dengan gaji tujuh ratus ribu,
bisa menikmati membeli handphone baru dengan celengan seadanya. Dan sekarang
dengan gaji UMR, bisa membantu orang yang membutuhkan, membeli peralatan untuk
ke kampus seperti tas, laptop, cicilan sepeda motor, dan sebagainya.
Hidupku naik. Bukan turun! Dan itu
berkah, barokah Tuhan yang Maha Sempurna, bukan bencana.
Disitulah aku mulai terbelalak dan
berfikir, iya, ketika kita sudah berada di zona aman, terkadang kita lupa untuk
berucap ‘thanks God’ dan mengaplikasikannya lewat kata-kata dan berbagi. Kita
terlalu sibuk dengan segala macam kekurangan yang harus dilengkapi daripada
berusaha bersyukur dan memperhatikan setiap inchi kehidupan yang begitu hebat
dan luar biasa.
Tuhan adil. Bahkan terlalu adil
untuk segala sesuatu hal yang kecil sekalipun. Fokus kepada masa depan, HARUS!!
Tapi bersyukur terhadap segala pencapaian saat ini, WAJIB!!
Selamat bersyukur, selamat berbagi
:)
Tuhan mencintai kita semua, Allah
melindungi kita semua. Amin Allahuma Amin :)
1 komentar:
(y) :D
Posting Komentar