Dear Tuhan,


Tuhan, pertama aku mau ngucapin terima kasih banyak atas hidup, kesederhanaan, kebijaksanaan, dan kesehatan yang begitu luar biasa Kau limpahkan. Kau menguatkan segala doa, membenarkan segala salah, dan mendengar segala kisah. Terima kasih untuk semua hal yang tak terhingga dengan rupiah.

Tuhan, mereka, teman-temanku, tetangga-tetanggaku, guru-guruku, bilang bahwa aku anak yang cerdas. Anak yang mempunyai motivasi tinggi. Mempunyai masa depan yang cerah. Tapi kenapa aku sendiri nggak yakin? Kenapa aku sendiri ragu akan hal tersebut?

Tuhan, ciptaanMu akan manusia memang berbeda-beda. Dengan maksimal dan minimal yang berbeda, tapi pernahkah Kau berpikir aku juga manusia normal dengan rasa iri yang luar biasa?

Ketika masih SMA, ketika teman-teman harus tidur terlelap atau sekedar bermain handphone, aku harus bangun jam 2 pagi, pergi ke pasar, belanja, pulang dari pasar, masak, membuat bungkusan nasi, dan menitipkannya di warung-warung, lantas pergi sekolah. Untuk apa? Untuk sekolahku, sedangkan teman-temanku, tanpa repot-repot harus berpikir keras akan hal itu.

Ketika teman-teman asik dengan pilihannya untuk masuk perguruang tinggi favorit, aku hanya bisa mendengar dan tersenyum, berharap keajaibanMu datang. Ketika guru bertanya: mau kuliah dimana?, aku hanya bisa tersenyum malu dan menjawab: belum tau, mungkin bekerja dulu. Aku berharap bahwa keajaibanMu datang, Tuhan. Dan memang, terima kasih, Kau memberikan keajaiban itu dengan baik. Tapi, kenapa aku harus selalu menunggu keajaibanMu, Tuhan? Sedangkan mereka begitu sangat pasti bisa memilih, dan aku selalu tak punya pilihan?

Tuhan, mereka bilang aku cerdas, mereka bilang aku pintar, otakku encer, tapi kenapa aku sendiri ragu? Ketika teman-teman harus tenang-tenang dengan liburan mereka, aku hanya bisa berhadapan dengan komputer untuk bekerja. Menjaga warung internet kecil yang terkadang untuk kebutuhan hiduppun masih sulit. Kenapa harus aku yang Kau titipkan padaku dua anak kecil tanpa bapak? Aku harus menjaganya, merawatnya, menyekolahkannya (meski harus patungan dengan kakak), sedangkan teman-temanku sedang asik jalan-jalan ke mall dan makan di KFC?

Tuhan, mereka bilang aku cerdas. Mereka bilang aku pasti bisa. Tapi kenapa aku harus ragu akan hal tersebut? Ketika mereka bisa masuk ke organisasi yang mereka pilih, mengikuti event yang mereka suka, kenapa aku harus berada dalam sebuah pabrik permen? Kenapa aku harus bekerja untuk kuliahku, sekolah keponakkanku, membeli barang-barang kebutuhanku sendiri? Kenapa teman-temanku hanya bisa berbaring di atas kasur, datang ke kampus dan menghempaskan pantat mereka di kursi empuk, bergurau, dan mereka masih aman-aman saja. Tapi kenapa aku tidak? Apa alasannya?

Percayalah, Tuhan. Aku masih manusia normal dengan kapasitas iri yang luar biasa. Aku ingin seperti teman-temanku, bisa melewati masa remajanya, masa pubertasnya, dengan leluasa senang. Dengan kebanggan tersendiri. Bukan karena tuntutan atau tanggung jawab!

Satu lagi, Tuhan! Kenapa hanya segelintir orang yang mencintaiku, dan hampir tak ada orang yang mengerti aku, seutuhnya. Kenapa teman-temanku harus mempunyai teman curhat sendiri? Kenapa?

6 komentar:

Anonim mengatakan...

apiiikk...
sadness,,

Anonim mengatakan...

tentang yang terakhir... kalao kamu punya kamu juga harus siap disisihkan setelah dia punya kekasih setelah semua apa yang kamu lakukan buatnya...

Arif mengatakan...

Nggak sengaja nyampai disini,iseng2 lagi nyari blog dengan kata kunci " iri dengan teman-teman ku ".

Outbound Training Malang mengatakan...

salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Pikiran yang positiv dan tindakan yang positiv akan membawamu pada hasil yang positiv.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

obat hiv aids herbal mengatakan...

widiwh

agen trica jus bandung mengatakan...

menyakitkan banget post nya .

Posting Komentar