Sekalipun Kita Belum Pernah Bertemu


Pertama kali aku mengenalmu, dalam kadaran jejaring sosial yang begitu adanya. Saling memperkenalkan diri dengan kesederhanaan dan mengetahui apa yang tak diketahui sebelumnya. Kemudian persahabatan baik itu muncul dan menjadikan kita lebih dari saudara. Memang, kita belum pernah bertemu, tapi kapasitasku untuk dekat dengan lewat hati, adalah kesempurnaan. Sama denganmu, ketika semua baik-baik saja, kita percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Kau tahu semua apa yang ada pada diriku, begitu juga aku, dengan celotehanmu, sering kau segarkan jemariku dengan cerewet hidupmu, dengan lekuk hidupmu yang sebenarnya sama –persis dengan apa yang aku alami. Kita sama, mempunyai hati dan selalu berusaha mempunyai hati. Terkadang, ketika aku merasa jatuh, ketika jemariku mulai mengetik pesan singkat padamu, kamu larut menjadi dewasamu, dan aku, kecilku. Dan sebaliknya, ketika kau merasa kecilmu, aku akan menjadi dewasaku. Satu hal yang ingin aku katakan: KAMU HEBAT, kawan!


Dunia memang berputar secara drastis. Sedemikian rupa sehingga kita terkadang akan tenggelam di dalamnya jika kita tidak menggunakan pelampung atau setidaknya bisa berenang untuk bisa hidup. Sama, kita pun berputar sedemikian rupa, menjadi remaja yang tak kadang tak mengenal siapa diri kita. Disitulah guna persahabatan kita: saling menguatkan. Sekalipun kita tak pernah bertemu. Lebih dari setahun kita menjadi saudara di dunia maya, tapi Tuhan tak pernah izinkan kita untuk bertemu semilisekonpun. Tuhan selalu bijak, itu yang kau katakan. Dan aku percaya. Sekalipun kita tak bertemu, suatu hari, Tuhan akan kita temukan kita dengan cara yang lebih indah. Lebih indah dari apa yang kita pernah rencanakan sebelumnya. Dan kita percaya –sekalipun kita belum pernah bertemu.


Begitu banyak kisah. Begitu banyak cerita yang tak bisa terceritakan secara melebar. Butuh tumpukkan aksara untuk menjelaskannya. Butuh lembaran kertas untuk menulis. Butuh kiloan tinta untuk mengukir. Butuh berton-ton kesabaran untuk mengatur diri. Butuh banyak hal, jika cerita kita perlu diungkap. Tapi, kisah kita, akan menjadi cerita kita. Akan menjadi identitas kita –sekalipun kita belum pernah ketemu.


Lagi-lagi Tuhan selalu bijak. Lebih bijak dari apa yang kita kita. Ketika pergantian umurku, ku harap sekilas pesan seperti tahun kemarin menghampiriku. Tapi tak ada. Tetap aku menunggu. Bahkan sampai detik ini. Sekalipun orang yang begitu kau sayangi mengabariku dalam lembaran pesan singkat bahwa kau telah melenyapkan diri begitu cepat, aku tetap menunggu ucapanmu. Sampai detik ini –sekalipun kita belum pernah bertemu.


Ketika orang yang kau sayangi, teman-temanmu, ceritamu, kisahmu, dan merindumu sudah sambang dan mengantarkan bait-bait doa dan taburan bunga, aku tetap disini. Menunggu pesanmu untuk mengatakan ucapan selamat ulang tahun untukku –sekalipun kita benar-benar belum pernah bertemu.


Sudah aku katakan, aku takkan percaya, sampai aku melihat rumahmu atau setidaknya kau datang dalam mimpiku.


Sampai suatu malam, kau datang dengan senyum. Bertemu dalam sebuah pertokoan, menemuiku, dengan keadaan sakit. Dan aku mengenalimu –sekalipun kita belum pernah bertemu. Karena aku yakin, itu kamu, dan kamu adalah saudaraku. Lihat, Tuhan bijak, bukan? Dia mempertemukan kita dalam situasi yang lebih indah dari apa yang selalu kita rencanakan. Dia lebih mempunyai konsep dari apa yang selalu kita rencanakan. Dia memang bijak.


Sahabat, saudara, teman, sekisah, secerita, sekarang aku percaya, kamu sudah mengudara dengan indah. Menyelesaikan ceritamu dengan rapi, dengan indah, dengan begitu banyak senyum hingga orang sekelilingmu benar-benar merasa kehilangan. Kamu sukses mengabadikan kisah hidupmu dengan indah, memperjuangkannya dengan baik, membaginya dengan rata, tanpa seorangpun iri dengan hal itu. Terima kasih sudah sudi menjadikanku lebih dari teman yang kau anggap. Terima kasih sudah menjadikanku orang yang selalu sudi kau balas ketika aku menjadi kecilku. Terima kasih sudah menjadi bagian hebat dalam kisah hidupku. Akan kuletakkan kau disini, di ruangan kecil penuh mimpi, di dalam hatiku.


Selamat tinggal. Baik-baik disana. Jaga cerita kita. Jaga rahasiaku. Dan akan aku jaga rahasiamu dengan baik. Terima kasih. –sekalipun kita belum benar-benar bertemu…


Masih kutunggu ucapan ulangtahunmu untukku, Juan Edwino Pradipta :')



Dengan air mata, 03 Maret 2011

5 komentar:

Partitur mengatakan...

Semoga dia bisa membaca ketulusan postingan ini ..

niku mengatakan...

setuju dengan Huda..

Yus Yulianto mengatakan...

Ehm ehm, saya jadi pengen cerita juga niih. dulu saya pernah mampir ke sebuah blog, kebetulan pemilik blognya adalah seorang atheis. diblognya, ada satu artikel yang saya ngga sependapat. kebetulan diblognya dia ada info tentang fbnya. dan kebetulan waktu itu saya ngga punya fb, langsung deh saya bikin (cuma buat ngeadd orang ini). fb pun udah punya, langsung saya add tuh orang. setelah di add, setiap hari kami berdebat. dan pada suatu hari, saya mengaku kalah. ilmu saya masih cetek. dan disitu kami mulai dekat. saya selalu di tag dihampir semua catatan yang dia buat, dan tentunya, saya selalu beda pendapat dengan dia. begitulah kisah saya :D. info: saya seorang pelajar, dan teman saya itu adalah seorang dosen...

Zahratul Jannah mengatakan...

apakah dia meninggal?

Anonim mengatakan...

i like it bro.....nice story, n you know? that i can't read all your story because may be it only a fictitious or something, i don't know but it like as with my experienced in one years ago... so very sad....

Posting Komentar