Djarwo


Laki-laki itu tetap saja menyungging senyuman hangat yang slalu ia tebarkan bersama angin yang slalu sayup-sayup ingin menebarkan cinta yang teramat sangat untuk semua orang. Laki-laki itu mungkin bisa tersenyum luas meski tanpa ada sebuah lakon komedi ada di sampingnya, tapi semua orang tak pernah mau tahu apalagi mencampuri urusannya sebagai seorang laki-laki. Yang mereka tahu, hanya sekedar nama. Tak pernah ia menghardik sebuah nasib yang mengeluh. Ia sungging senyum manis di sudut-sudut bibirnya. Mungkin laki-laki itu tak tahu, bahwa aku tahu apa yang ada di balik senyum itu sebenarnya. Secawan air mata yang ia bungkus rapat dan diberinya karet.


Laki-laki itu tinggal disebuah gubug yang ia beri nama rumah cinta. Memang, disana banyak terdapat cinta-cinta yang tak mungkin orang-orang memilikinya apalagi menyimpannya. Hanya dirumah itu, laki-laki itu menyimpan sebuah cinta yang telah ia hilangkan sejak lima tahun terakhir. Pedih, katanya padaku waktu itu. Tapi,aku tahu, laki-laki itu bisa menjawab kata-katanya itu dengan sebuah senyuman yang slalu ia sungging disudut-sudut bibirnya. Ia pasti tahu jawaban Tuhan akan sebuah peristiwa yang pernah menghisap nyawa istrinya dan memaksa dirinya untuk menguburkan jasad anak perempuannya di tanah merah tersebut. Tetap saja, waktu pemakaman lalu, laki-laki itu tetap saja menyunggingkan senyuman manis dibalik segalon air mata yang berusaha ia tutupi dari balik kacamata hitam yang ia pakai dari rumah.


Tak ada yang berubah darinya sejak kematian istri dan anaknya. Ia tetap saja ramah dan bahkan semakin sering menyayat bibirya dengan sebuah senyuman yang takkan pernah luput dari pandangan setiap jasad. Semua ia racik sedemikian rupa entah untuk apa. Yang aku tahu, ia laki-laki yang telah menakdirkan sendiri apa yang ingin untuk ditakdirkan pada hidupnya. Banyak jasad yang selalu membuat sebuah legenda untuk menjerumuskan laki-laki itu dalam sebuah keterpurukan. Lagi-lagi, laki-laki itu dengan senyumannya semakin membuat merinding Dursasana dan Dasamuka. Ia tetap saja laki-laki yang aku kenal hampir lima belas tahun.


Sepenggal adegan ia cuplikkan sendiri. Adegan yang membuat semua jasad yang mereka sebut tetangga terpanah. Adegan sebuah pelakon-pelakonan yang entah ia sendiri bisa atau tidak untuk membuat dirinya menjadi laki-laki yang akan menggendong senyum dimanapun atau tidak. Sepenggal adegan pembunuhan. Tak ada yang percaya adegan itu begitu dramatis sehingga semua orang memanggilnya sebagai dalang adegan atau bisa disebut lakon. Ya, lakon pembunuhan yang entah ia sadari seperti apa. Adegan itu begitu cepat, katanya. Tapi, tetap saj laki-laki itu membuatku bangga sekali lagi, ia mampu untuk berkata tidak pada sebuah kesejarahan yang entah berapa episode yang akan ia lewati. Anak laki-lakinya,selalu pergi ke penjara untuk membawakan handuk kering nan bersih, baju-baju yang telah diseterika rapi, dan beberapa makanan yang sengaja anak itu buatkan untuknya. Mungkin itu anaknya atau hanya pembantunya, pikirku waktu itu. Karena bagiku sama saja, anak dan laki-laki itu pantas untuk menjadi sebuah mumi yang kapan akan bangkit.


Setiap malam, anak laki-laki itu selalu pergi kesana guna membawakan selimut hangat untuknya berlindung dari para bayu yang selalu hilir-mudik dan sergap untuk membuat nyawanya lumpuh dan akhirnya mati. Anak laki-lakinya pernah tidur disana ketika ia sakit. Dan saat tengah malam, laki-laki itu mengigau. Entah apa yang diigaukan, yang anak laki-laki itu tahu, hanya segelintir pesan setengah sadar yang ia sampaikan untuk anaknya. ‘Berikan sebuah nyawa untuk siapa yang kau cintai dan….’


Lantas kantuk membuat suaranya lenyap sedikit demi sedikit. Bahkan, anak laki-laki itu sempat melihat senyuman yang ringan ketika ia tidur. Sesempurnakah ia?


Tak ada satupun kisah cinta yang membuat hatiku terpanah selain mendengar kisah cintanya. Bukan mendengar langsung dari ia, tapi mendengar langsung dari para sahabat dan beberapa kerabat yang jauh disana. Aku temukan dan sengaja aku wawancarai mereka agar aku bisa mengenalnya lebih dalam. Tapi nyaman, tak ada yang aneh selain sepulang sekolah waktu itu ia tak pulang tapi langsung pergi entah kemana. Kisah cinta yang selalu dihiasi dengan senyum tersungging dan tawa yang renyah. Keluarga yang hebat, pikirku. Cinta telah ia sematkan ke kutang para penjual ikan asin, ke cat-cat para pelukis, ke buku-buku para pengarang dan sastrawan dan ke orang-orang yang mereka sebut budak. Tapi tetap saja, cintanya takkan pupus sampai akhirnya, sebuah tragedi menghisap nyawa istrinya dan membuang nyawa anak perempuannya. Anak laki-laki tak apa, hanya terluka dan beberapa saja.


Gendis, itulah cinta terakhir kalinya bagi dirinya. Pasalnya, setelah ia pergi ke mall, hujan turun lebat dan membuat jalan licin sehingga mobil laki-laki itu terperosok kejurang. Tak ada yang aneh kepadanya, laki-laki itu tetap saja menyunggingkan senyum sebelum seorang laki-laki berbadan tegap menghampiri, menyematkan sepasang sayap putih bersih dan membawanya untuk terbang entah kemana. Ya, entah kemana.


‘Tak ada yang lain selain senyum bapak. Semua memang berakhir, tapi tetap saja, senyum bapaklah yang menjadikan angina-angin ikut beranjak dari tidurnya, menggoyangkan riang tubuhnya.’


Aku, anak laki-laki itu, sibakkan kain kafan yang membalut tubuh dan menutupi mukanya. Tak ada yang berubah. Sama. Persis. Senyumnya masih melekat dan tak pernah kunjung habis. Tak pernah kering.


‘Telah aku tulis Djarwo di nisanmu, pak. Semuanya belum selesai. Senyummu masih dibutuhkan. Tersenyumlah jika nanti kau bertemu dua makhluk yang menanyaimu tentang dirimu. Akan aku pastikan, sepenggal hidupmu akan hidup dalam hidupku.’
Sebuah air mata dari wadah jatuh ke kening laki-laki itu. Dan senyum laki-laki itu, tetap saja mengembang. Dan tetap mengembang. Selamanya. Meskipun, sampai saat ini. Tawanya, renyah. Tak ada suatu masalah yang menghampirinya, mungkin!!



nb. buat bapak. Terima kasih mencintai dengan caramu. Bukan hanya mencintaiku, tapi keluargamu..

5 komentar:

Awan mengatakan...

testing...

Cazzo PazzOnline Shop mengatakan...

bingung sama karaktere niiiiiii

Awan mengatakan...

intinya seorang ayah yang tegar dengan caranya sendiri.. :))

niku mengatakan...

Senang melihat bapakmu menjadi seorang bapak yg baik, sangat baik mungkin.
Lanjutkan, hey orang gila, jadilah juga bapak yg baik bagi anak2mu..
Aku tahu kamu tahu, bahwa itu tidak mudah, tapi jangan berhenti hanya karena itu tidak mudah..
*kumat nih sok-nya :p

#akhirnya bisa komen.hwehehe :D

Awan mengatakan...

@mbak Yen:
nuhun.. i will. hehe :D

Posting Komentar